Lima Fakta Rupiah Digital

Rio Chandika

Lima Fakta Rupiah Digital

Lima Fakta Rupiah Digital – Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Rupiah Digital sebagai Mata Uang Digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai upaya mitigasi risiko stabilitas aset kripto yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, keuangan, dan sistem keuangan.

Baca Juga: Perbedaan Rupiah Digital, Uang Elektronik dan Dompet Digital Menurut BI

Rencana tersebut tidak hanya dilaksanakan Indonesia, tetapi sekitar 100 negara di dunia saat ini sedang mengkajinya.

Bahkan rencana penerbitan rupiah digital menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Bali.

Namun, dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (Fekdi) pada Selasa (7 Desember 2022), IMF dan Bank Dunia mengkritik rencana penerbitan mata uang digital, termasuk rupiah digital.

Fakta tentang Rupiah Digital

1. Maraknya Mata Uang Kripto adalah alasan dikeluarkannya uang rupiah digital

Doni Primanto Joewono, Deputi Gubernur BI mengatakan kehadiran aset kripto melatarbelakangi rencana penerbitan mata uang rupiah digital.

Ini karena aset kripto dapat menciptakan sumber risiko baru yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi, keuangan, dan sistem keuangan.

“Saat ini sebagian besar bank sentral dunia sedang melakukan tahap penelitian dan eksperimen sesuai dengan karakteristik negaranya,” ujarnya.

6 Alasan BI Ingin Menerbitkan Rupiah Digital

Doni menjelaskan, Bank Indonesia memiliki enam tujuan utama dalam menerbitkan rupiah digital.

Pertama, BI ingin menyediakan alat pembayaran digital berisiko rendah menggunakan mata uang rupiah digital.

Kedua, BI ingin memitigasi risiko non-sovereign digital currency.

Ketiga, BI ingin meningkatkan efisiensi dan penerapan sistem pembayaran secara bertahap, termasuk di dalam negeri.

Keempat, Bank Indonesiaingin memperluas dan mempercepat inklusi keuangan.

Kelima, BI ingin menawarkan perangkat kebijakan moneter baru.

Keenam, BI ingin menggalakkan penyaluran subsidi.

2. Rupiah digital berbeda dengan e-commerce dan e-wallet

Ryan Rizaldi, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, mengatakan perbedaan antara rupiah digital, uang elektronik, dan dompet digital terletak pada siapa yang mengeluarkannya. CDBC dikeluaran bank sentral. Sementara Gopay, OVO, e-money oleh non-bank. Hal itu dikatakannya dalam jumpa pers di Bali Nusa Dua Convention Center di Bali, Selasa (7 Desember 2022).

Karena rupiah digital dikeluarkan bank sentral, mata uang ini tidak terlalu berisiko dan lebih aman daripada e-money dan e-wallet.

3. Tiga tantangan Terbitnya Uang Digital

Joda Agung, Deputi Gubernur BI, mengatakan ada tiga tantangan yang perlu diperhatikan serius saat mendesain rupiah digital.

“Ada tiga pernyataan masalah yang perlu ditangani dengan baik dalam rancangan CBDC,” kata Joda.

Tiga tantangan tersebut adalah menerapkan penerbitan dan distribusi yang efektif dan kuat, memungkinkan inklusi keuangan, dan memastikan interoperabilitas, interkoneksi, dan integrasi.

4. Bank Dunia menyatakan bahwa Rupiah digital tidak menjamin inklusi keuangan

Sementara itu, Harish Natarajan, sLead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia, mengatakan penerbitan mata uang digital tidak serta merta berkontribusi pada inklusi keuangan.

“CBDC bukanlah jaminan akses maupun kontribusi langsung dalam meningkatkan inklusi keuangan,” ujarnya dalam acara Fekdi di Bali, Selasa (7 Desember 2022).

Dia mengatakan bahwa tidak semua orang bisa menggunakan mata uang digital. Untuk itu, bank sentral perlu menyusun strategi agar semua kalangan mudah mengakses mata uang digital.

Selain itu, bank sentral percaya bahwa perlu untuk memastikan perlindungan data pengguna CBDC untuk meningkatkan kepercayaan publik.

“Perlindungan data dan privasi akan sangat penting,” katanya.

5. IMF Mengkritik Rupiah Digital

IMF memperkirakan penerbitan mata uang digital, termasuk rupiah digital, dapat menyebabkan krisis keuangan nasional.

Tommaso Mancini-Griffoli, Kepala Divisi Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, mengatakan mata uang digital dapat menghambat stabilitas keuangan dan dapat menyebabkan krisis keuangan jika tidak dirancang dengan benar.

“Stabilitas keuangan mungkin lebih berbahaya dalam konteks mata uang bank sentral dan stablecoin,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa penerbitan mata uang digital dapat menyebabkan kemungkinan beralih ke alat ini karena kehabisan simpanan bank dan orang ragu untuk menabung di bank.

perpindahan yang cepat dapat mengurangi aset bank dan menyebabkan ketidakstabilan keuangan negara.

“Jika proses perpindahan (simpanan bank) bergerak cepat ke mata uang digital bank sentral, ada risiko krisis keuangan,” kata Tommaso.

Baca Juga

Bagikan:

Share